img-post

gemakeadilan.com- “Toiletnya bagus!” kata Pak Hendra sambil tertawa, ketika ditanya di kantornya perihal Pusat Kegiatan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (PKM FH Undip), tanggal 7 April 2021. Beliau adalah Kepala Bagian Umum dan Pengelolaan Aset Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Ia memiliki tanggung jawab atas segala kepengurusan aset yang dikelola oleh FH Undip, termasuk di dalamnya gedung PKM FH Undip.

Gedung itu berdiri megah di bagian barat gedung Widya Puraya, kantor Rektorat Undip. Ia berada tepat di seberang kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, di sebelah kampus Fakultas Ilmu Budaya, dan terhubung dengan Gedung Parkir Bersama di sebelah timur. Ia bukan gedung yang sederhana, ditandai oleh tiga lantainya ditambah dengan sebuah basemen. Bergaya neoklasik seperti gedunggedung FH Undip di Tembalang, ia memiliki empat pilar menjulang di depan pintu masuk. Ia berwarna perpaduan tiga warna: merah, jingga, dan krem; kembar dengan kakak-kakaknya yang bisa dijangkau tiga menit dengan berjalan kaki. Kemegahannya mampu membuat orang memalingkan pandangannya dari jalan selama beberapa saat, hanya untuk menaruh ide di dalam kepala mereka betapa terpujinya FH Undip. 

Fungsi gedung PKM FH adalah sesuai namanya; sebagai pusat kegiatan organisasi mahasiswa (Ormawa) FH Undip, yang jumlahnya tidak kurang dari 16. Di situlah nantinya semua Ormawa FH Undip bermarkas.

Berbeda dengan gedung PKM FH, gedung PKM Undip tidak memiliki pengaruh yang sama. Gedung PKM Undip, dikenal sebagai Student Center (SC) Undip, berada di sebelah barat kompleks kampus Undip Tembalang. Penampilannya tidak terlalu spesial, dengan cat putih yang agak lusuh dan gaya arsitektur seadanya, lebih menekankan kegunaan dibanding estetika. Ia dilengkapi dengan dua aula terbuka; di bagian depan dan di belakang. Di dalamnya terdapat barisan ruangan-ruangan yang menjadi markas sebagian besar Ormawa di lingkungan Undip, termasuk BEM Undip dan Senat Mahasiswa Undip. 

Dibandingkan dengan gedung PKM FH Undip, SC Undip terlihat kerdil, baik secara harafiah maupun harfiah. Walaupun begitu, gedung ini sudah cukup untuk memberikan sarana bagi mahasiswa dalam berkegiatan keorganisasian. Mulai dari latihan rutin, rapat, dan lain sebagainya. Namun seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak semua UKM mendapat privilese yang sama.

Penulis mewawancarai seorang mahasiswa FH yang aktif di UKM Undip. Namanya

Bariq. Ia adalah pengurus dari dua UKM sekaligus: UKM Mahasiswa Pencinta Alam (Wapeala) dan UKM Bulu tangkis (satu sebagai Kepala Bidang Logistik dan satunya lagi sebagai Ketua).

UKM Wapeala memiliki basecamp di PKM Joglo. Berbeda dengan gedung PKM FH dan SC Undip, PKM Joglo berada di Pleburan, terpisah dengan kompleks kampus Undip Tembalang. Ia lebih dekat dengan program pascasarjana Undip daripada program sarjana yang terpusat di Tembalang. Mengingat Ormawa kebanyakan diisi oleh mahasiswa strata pertama, ia relatif lebih sulit dijangkau oleh mahasiswa.

Namun, akses yang lebih sulit bukan satu-satunya masalah yang dihadapi oleh mereka: “Kendala yang dirasakan adalah kondisi PKM Joglo yang sudah mulai lapuk karena dimakan zaman, seperti contoh di gedung alat kami bagian plafonnya sudah mulai hancur karena rayap dan atap yang bocor,” sebut Bariq ketika ditanya soal kendala sarana PKM Joglo.

“Selain itu wi-fi Undipconnect tidak dapat kami gunakan di sini karena tidak adanya router Undipconnect,” lanjut Bariq.

Selain kedua hal tersebut, Bariq juga menambahkan bahwa kamar mandi PKM Joglo sudah tidak layak pakai, dengan pintu dan plafon yang rusak dan kloset yang telah rusak pijakannya. Musholla yang ada juga tidak terawat dengan sajadah yang telah mengeras. Ruang sidang di lantai dua juga sudah rusak, dengan lampunya yang mati, jendela yang pecah-pecah, dan karpet yang--seperti sajadah di Musholla--mengeras.

Penulis pun sudah memastikan kondisi tersebut ketika berkunjung ke PKM Joglo, awal April 2021. Pada siang hari yang menyengat itu, UKM Kesenian Jawa sedang mengadakan latihan di bawah naungan aula PKM Joglo. Suara merdu gamelan bergema melewati lorong PKM yang berubin abu-abu gelap. Suara itu mungkin menjadi pembawa tidur seorang pemuda yang tengah beristirahat tepat di bawah spanduk bertuliskan “UNIT SAR WAPEALA UNIVERSITAS DIPONEGORO”. Ia terlihat nyenyak, tidur beralaskan tandu berayun berwarna hitam, mungkin properti UKM Wapeala.

Penulis melanjutkan survei lapangan ke bagian belakang PKM. Di sana jelas terlihat bagaimana keadaan gedung yang disebut oleh Bariq “Tidak terawat”. Di belakang, penulis melihat kondisi toilet yang memang tak bisa dikatakan layak pakai. Bak airnya entah kenapa berwarna hitam di dasarnya, dengan pintu dari kayu dicat putih yang tak bisa tertutup rapat. Tepat di seberangnya, ada rangka sepeda motor berwarna merah, dibalut dengan jaring laba-laba keabu-abuan. Semakin ke dalam, penulis dapat melihat deretan baju yang digantung di atas tali yang diikatkan kepada sepasang pohon, tanda seseorang sedang menjemur pakaian sehabis dicuci. Ia berada di atas lapangan terbuka yang dipenuhi dengan jatuhan daun pepohonan dan sampah-sampah plastik. Di belakang juga ada sederet ruangan yang sepertinya tidak pernah dipakai, dengan di salah satu ruangan terpasang sebuah papan bertuliskan

“PRISMA”, dengan kondisi sudah hampir tak terbaca. Lantai di lorong tersebut terbuat dari beton dan tidak ditutupi ubin. Ia sudah mengalami penuaan dengan kondisi pecah-pecah. 

Penulis bertanya kepada Bariq apakah ia sudah pernah mendapat kabar dari Rektorat untuk perbaikan PKM. Ia mengatakan bahwa dari tahun 2019 sudah ada wacana pembenahan PKM Joglo, tetapi sampai tahun 2021 belum ada kelanjutannya. Ia mengaku ketika Senat Mahasiswa Undip menanyakan hal tersebut kepada Rektorat, Rektorat tidak mengiyakannya dan malah saling melempar tugas.

Rekan saya, Widyani Puteri, juga telah menanyakan kepada Ketua Senat Mahasiswa Undip tahun 2021, Naufal, untuk meminta kejelasan mengenai permasalahan fasilitas ormawa oleh Rektorat. Senat Mahasiswa sendiri adalah jalan bagi mahasiswa Undip menyalurkan aspirasi kepada Rektorat. Naufal menjelaskan bahwa telah ada proses dari Rektorat untuk pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana Ormawa. Ia mengatakan bahwa untuk perbaikan minor sarana kemahasiswaan sudah diproses, namun belum mendapat kejelasan. 

Lalu ia melanjutkan bahwa birokrasi menerima baik aspirasi dari mahasiswa yang disalurkan melalui Senat. “Sebenarnya memang jatuhnya birokrasi menanggapi dengan baik asal data-data yang diserahkan itu valid, sesuai kebutuhan, dan gak melebih-lebihkan,” begitu yang disampaikan oleh Naufal. 

Namun selanjutnya ia mengakui bahwa proses tersebut lama. Rektorat meminta aspirasi-aspirasi tersebut disatukan, sehingga bisa sekali jalan. “Lalu, alurnya juga panjang, dari direktorat kemahasiswaan, didiskusikan dengan biro yang mengurus sarpras (sarana dan prasarana, red), lalu dinaikkan ke Wakil Rektor I untuk ditandatangani sebagai rekomendasi pengajuan sarpras ke Wakil Rektor II, nanti kalau Wakil Rektor II sudah acc, dicarikan sarprasnya oleh pihak terkait dari Rektorat, lalu jika sudah dari UKM bisa mengisi list pengambilkan ke Minarik, lalu ada tembusan ke biro apa gitu aku lupa, baru bisa diambil sarpras yang diajukkan,” lanjut Naufal.

Mengingat birokrasi yang relatif panjang, Naufal tidak bisa memberikan jawaban yang pasti mengenai kecepatan pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun ia berkata apabila tidak ada kendala paling lama satu tahun, dikarenakan setiap tahunnya diadakan forum aspirasi sarpras UKM. Tetapi pada awal tahun 2020, dikarenakan pandemi COVID-19 forum tersebut tertunda dan baru tersedia tahun 2021.

Ketika ditanya mengenai kesenjangan kondisi PKM Joglo dengan SC Undip, ia berkata bahwa sebenarnya kondisi bangunan beserta fasilitasnya pun sama saja, yang berbeda hanya umurnya: PKM Joglo lebih tua. Ia mengaku sudah menyampaikan pada awal tahun 2020 kondisi PKM Joglo kepada Rektorat, namun Rektorat menanggapi belum ada urgensi dari UKM karena tidak pernah menanyakan secara langsung. 

“Dari senat itu hanya bisa mengawal dan membantu mengadvokasikan terkait sarpras, tapi tetap UKM yang bersangkutan juga harus menghadap langsung karena birokrasi mana bisa tahu keresahan UKM kalo yang bersangkutan langsung saja gak menyampaikan langsung,” jelas Naufal.

Berbeda dengan kondisi di Undip, sepertinya FH tidak memiliki masalah yang sama. Pak Hendra mengatakan bahwa kondisi dalam gedung PKM FH sudah lengkap dan siap digunakan walaupun masih kosong dan belum ditempel stiker. Ia juga mengatakan bahwa semua UKM yang ada di FH mendapatkan satu ruangan di PKM, dengan sistem pembagian secara undian. Ini berarti tidak ada UKM yang “tertinggal” di lingkungan FH, tak seperti di Undip. Semua memiliki fasilitas yang sama.

Sayangnya, penulis tidak dapat masuk ke dalam gedung tanpa memberikan surat izin yang telah ditandatangani oleh ketua UKM yang bersangkutan. Ini menandakan gedung PKM FH belum boleh diakses secara bebas oleh mahasiswa FH Undip.

Ketika ditanya soal kesenjangan yang tampak dari fasilitas kemahasiswaan FH dengan Undip, Bariq mengaku sedih karena FH memiliki fasilitas yang lebih memadai daripada Undip. Namun ia sempat menambahkan bahwa kemungkinan ini dikarenakan lingkup FH yang lebih kecil. 

Terakhir, Bariq berpesan kepada Rektorat, “Yang terhormat Rektorat, tolonglah PKM Joglo jangan dianggap sebelah mata, karena tempat ini juga bagian dari Undip tercinta, banyak UKM yang bertempat di PKM Joglo membutuhkan uluran tangan dari Rektorat. Terimakasih.”

 


Reporter: 

Witra Nugraha Surawinata

Widyani Putri

Penulis:

Witra Nugraha Surawinata