img-post

gemakeadilan.com - Tanah Papua kembali dilanda bencana kelaparan yang terjadi di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan. Bencana kelaparan tersebut diderita 1200 orang di 13 kampung yang mengakibatkan tewasnya 23 orang. Akibat dari adanya bencana tersebut, Pemerintah Daerah Yahukimo telah menetapkan status tanggap darurat bencana pada wilayahnya terhitung pada tanggal 21 Oktober hingga 1 November 2023. 


Bencana kelaparan kali ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Papua. Pada bulan Agustus lalu misalnya, sekitar 6 orang di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah dinyatakan meninggal dunia karena kelaparan. 


Penyebab bencana kelaparan ini diduga merupakan akibat dari perubahan iklim. Wilayah Papua sebagian besar berupa hutan dan perbukitan yang mana warganya dalam mempertahankan hidup mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan. Adanya gejala perubahan iklim yang ekstrim mengakibatkan warga lokal mengalami gagal panen dan berujung pada habisnya stok makanan yang dapat dikonsumsi selama cuaca ekstrem tersebut.


Dilansir dari bbc.com, Naman Bayage, seorang warga Yahukimo menjelaskan bahwa penyebab bencana kelaparan itu ditengarai oleh hujan yang datang berturut-turut selama tiga bulan. Akibat intensitas hujan, udara wilayah Yahukimo menjadi sangat dingin sehingga menyebabkan terjadinya gagal panen. Selain permasalahan gagal panen tersebut, permasalahan lain akibat perubahan iklim adalah warga Yahukimo menjadi lemah secara fisik hingga mudah terserang penyakit. 


Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy berdasarkan pernyataannya kepada kompas.id, adanya embun salju kerap kali berdampak buruk pada sektor pertanian warga setempat. Dengan sektor pertanian yang terdampak oleh iklim maka umbi-umbian yang diandalkan sebagai makanan pokok pun berkurang drastis produksinya dan tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh warga Yahukimo. Tak hanya umbi-umbian sebagai makanan pokok, pohon sagu pun tidak dapat tumbuh pada wilayah tersebut karena kering dan dingin.


Sementara itu, dalam keterangannya di website bnpb.go.id, Letjen TNI Suharyanto selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan bahwa warga Yahukimo tidak hanya mengalami kelaparan saja tetapi juga mengalami bencana tanah longsor. 

“Ada juga bencana longsor selain gagal panen, akibat bencana longsor 70 rumah masyarakat rusak ringan dan 30 lebih rumah rusak berat. Seperti di daerah lain yang rumah rusak ringan akan dapat bantuan per rumah 15 juta dan rusak berat akan dapat pergantian 60 juta, data rumah rusak ini sifatnya masih belum pasti dan akan diverifikasi terus,” tuturnya. Dengan adanya tanah longsor yang melanda Yahukimo, distribusi barang menjadi terhambat karena putusnya akses ke wilayah tersebut sehingga pemberian bantuan berupa makanan untuk menanggulangi bencana kelaparan yang sedang terjadi hanya bisa dilakukan melalui transportasi udara. 


Menurut keterangan Mulyadi selaku pengamat pertanian dari Universitas Papua dalam bbc.com, faktor alam dan faktor non-alam lah yang menjadi penyebab dari adanya kelaparan yang melanda warga Yahukimo. Faktor alam itu dapat berupa cuaca ekstrem dengan embun beku seperti yang terjadi di Kabupaten Puncak dan dapat berupa hujan deras seperti yang terjadi di Yahukimo. Faktor tersebut berkontribusi dalam membuat pertanian warga rusak bahkan hingga gagal panen. 


Lalu, faktor non-alam yang mempengaruhi terjadinya bencana kelaparan adalah faktor yang berkaitan dengan manusianya sendiri. Mengenai faktor non-alam, menurut Mulyadi terdapat 3 faktor yang menjadi penyebab bencana kelaparan ini. Pertama, karena tidak berkelanjutannya sistem pertanian di Papua sehingga apabila terjadi kejadian yang tak disangka-sangka seperti cuaca ekstrem ini, masyarakat tidak memiliki cadangan makanan. 

“Sistem pertanian di Papua sangat rentan dan tidak berkelanjutan. Sistem pertaniannya subsisten, artinya bertani hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, tidak dalam bentuk jangka panjang, atau berkelanjutan,“ kata Mulyadi.


Kedua, lemahnya kondisi kesehatan masyarakat Papua sehingga apabila ada gangguan pada sumber pangan maka dapat menyebabkan timbulnya kelaparan hingga berujung pada kematian.


Ketiga, terkait dengan provinsi yang baru saja terbentuk akibat pemekaran wilayah yaitu Provinsi Papua Tengah dan Papua Pegunungan yang sumber daya pemerintahnya lebih banyak, sumber daya tersebut lebih diarahkan pada pembangunan infrastruktur baru seperti kantor-kantor sehingga sumber daya untuk mempertahankan kondisi pangan di wilayahnya berkurang. 


Saat ini, pemerintah melalui berbagai instansinya terus berusaha menyalurkan bantuan kepada warga Yahukimo yang mengalami bencana kelaparan. Dilansir melalui laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pendistribusian telah dilakukan dengan membagikan bahan logistik berupa sebanyak 11,5 ton berupa bantuan pangan dan sandang pada 20 Oktober 2023 dan sebanyak 7,9 ton hingga 26 Oktober 2023. 


Sementara itu, dilansir dari detik.com, Suharyanto mengatakan, untuk merespons status Tanggap Darurat Bencana pada 21 Oktober sampai 1 November 2023, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 26 Oktober telah menyiapkan 20 ton beras, 10.000 paket makanan siap saji, 10.000 bungkus biskuit protein, 5 unit tenda pengungsi, 1.500 paket sembako, 1.500 paket hygiene kits, 50 unit solar panel, dan anggaran operasional sebesar 1 miliar rupiah. Untuk melakukan pembagian makanan tersebut, BNPB menggunakan 1 unit pesawat Cessna Grand Caravan yang dapat mengangkut beban sebesar 1,5 ton dalam satu kali penerbangan. Suharyanto berharap pendistribusian ini dapat berjalan dengan lancar di semua titik. 


Kemudian, pihak kepolisian setempat, melalui Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo, menyampaikan bahwa Kapolda Papua Irjen Pol. Mathius Fakhiri juga akan mendistribusikan bantuan berupa empat ton beras dan mie instan. Proses pendistribusian akan menggunakan helikopter dikarenakan terbatasnya akses menuju daerah tersebut. Bantuan-bantuan ini diberikan dalam upaya untuk membantu masyarakat yang tengah menderita kelaparan diduga akibat cuaca ekstrem. 


Penulis: Adi Tri Prastyo

Editor: Agistya Dwinanda

Sumber gambar: Tempo.co