img-post

gemakeadilan.com - Isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) sedang menjadi perbincangan di berbagai negara, salah satunya adalah Indonesia. Hal ini dikarenakan kelompok LGBT sendiri sudah mulai secara tegas untuk menunjukkan dan bersuara mengenai jati diri mereka, sebab LGBT di Indonesia masih merupakan kelompok minoritas yang dipandang sebelah mata. LGBT mengalami pro dan kontra di setiap negara di dunia. Di Indonesia sendiri, sebagai negara yang beragama, masyarakat merasa resah dengan adanya kaum LGBT dan menolak keras keberadaan penggiat LGBT karena dianggap menyimpang dari ajaran Tuhan.

Dikutip dari detik.com. Kasus LGBT yang sedang viral yakni kasus LGBT yang terjadi di Institut Pertanian Bogor (IPB). Arlen Elvide Ariyanto Sudi, seorang mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Jurusan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, angkatan 2019, semester VII yang dipecat dari Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB karena dianggap mendukung LGBT.

Hal yang membuat Arlen dipecat yakni ketika memasang gambar di Instagramnya pada Juni lalu. Isi gambar itu adalah foto dirinya dengan latar belakang pelangi, warna simbol LGBT dengan mencantumkan tulisan Happy Pride Months dalam foto tersebut. Foto yang dia unggah itu adalah pernyataan opini pribadinya yang tidak mendukung diskriminasi dan persekusi terhadap kaum LGBT. Arlen menyatakan memang mendukung LGBT, namun dia tidak mempraktikkan LGBT.

Dari kasus tersebut jika dilihat dari persektif Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia, apakah LGBT melanggar HAM atau tidak?

HAM memang telah menjadi isu di berbagai belahan dunia dan setiap negara memiliki takaran HAM yang berbeda-beda. Sebagian orang menganggap bahwa LGBT termasuk ke dalam HAM. Dikutip dari jurnal dengan judul LGBT Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia oleh Meilanny Budiarti Santoso. Pada tahun 2011, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi pertama tentang pengakuan atas hak-hak LGBT, yang diikuti dengan laporan dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang mendokumentasikan pelanggaran hak-hak dari orang-orang LGBT, termasuk kejahatan kebencian, kriminalisasi homoseksualitas, dan diskriminasi. Menindaklanjuti laporan tersebut, Komisi Hak Asasi Manusia PBB mendesak semua negara untuk memberlakukan hukum yang melindungi hak-hak LGBT. Dasar aturan yang digunakan oleh PBB adalah dalam perspektif Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia), Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengesahkan resolusi persamaan hak yang menyatakan bahwa setiap manusia dilahirkan bebas dan sederajat dan setiap orang berhak untuk memperoleh hak dan kebebasannya tanpa diskriminasi apapun. Dari sudut pandang bangsa Barat tersebut, dikatakan bahwa LGBT tidak melanggar HAM karena kaum LGBT itu juga manusia yang mana memiliki haknya sebagai manusia pula. Mereka berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum dari pemerintah sebagai manusia, serta mereka juga berhak mendapatkan simpati dan empati dari masyarakat bukannya malah menutup diri secara penuh dari para kaum LGBT.

Namun demikian, berbicara mengenai HAM, maka tidak akan terlepas dari hukum dan falsafah yang dianut suatu negara. Bagi negara Indonesia yang berlandaskan atas hukum dan Pancasila, maka negara akan menghargai hak-hak setiap warga negara dan penegakkan HAM pun akan disesuaikan dengan nilai-nilai dan falsafah yang dianut bangsa Indonesia.

HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya HAM mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan HAM tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila tanpa adanya campur tangan pemikiran bangsa Barat. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. Setiap hak yang dimiliki oleh seseorang akan dibatasi oleh hak orang lain.

Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi adalah benturan hak atau benturan kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

LGBT di Indonesia dianggap sebagai sebuah penyimpangan dari kodrat dan fitrah manusia. Manusia sejatinya diciptakan dalam dua jenis untuk berpasangan, yaitu pria dan wanita. Konsepsi itu sudah jelas dianut oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan menurut Pasal 1 undang-undang tersebut, hanya antara pria dan wanita. Dengan begitu, perkawinan sejenis bertentangan dengan hukum Indonesia.

Kita sebagai orang Indonesia yang memiliki tata nilai dan tata kelakuan yang berbeda dengan bangsa Barat sudah sepatutnya mengetahui bahwa LGBT merupakan konsep yang dibuat oleh bangsa Barat yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Mungkin fenomena LGBT yang sedang ramai dibicarakan ini akan menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari, tetapi bukan juga membiarkannya terus berkembang tanpa adanya upaya pencegahan atas dasar alasan HAM.  Sebagai upaya mengantisipasi penggunaan HAM yang semena-mena, maka tugas kita adalah dengan melonggarkan konsep-konsep HAM dari belenggu modernitas Barat dan merekonstruksi konsep-konsep HAM berdasarkan pemikiran dan nilai-nilai bangsa Indonesia.

 

Penulis: Aura Caesar Binary

Editor: Putri Aulia, Syifa Aninda Wahab

Sumber gambar: wartaekonomi.co.id