gemakeadilan.com - Magzhan Zhumabayev adalah penyair yang lahir pada 25 Juni 1893 di Petropavl, Kazakhstan yang pada saat itu sedang diperintah oleh Tsar Rusia. Magzhan sudah mengenal puisi Islami sejak kecil karena lahir di dalam keluarga muslim Kazakh yang religius. Hal itulah yang menumbuhkan kecintaan Magzhan pada dunia sastra.
Pada 1912, Zhumabayev menerbitkan buku
puisi pertamanya yang berjudul Şolpan (Venus). Buku yang ditulis dalam bahasa
Kazakh dan menggunakan tulisan Arab tersebut segera menarik perhatian kaum
intelektual Kazakh tidak lama setelah diterbitkan. Setelah Revolusi Rusia 1917
yang diikuti dengan terbentuknya Uni Soviet, Zhumabayev mulai ikut andil dalam
kegiatan politik dengan bergabung dalam partai nasionalis Kazakh yaitu Alash
Orda. Lalu, ia pindah ke Moskow dan mulai menerjemahkan karya penyair besar
seperti Lermontov, Gorky, Goethe, dan Heine ke dalam bahasa Kazakh, Arab,
Turki, dan Persia. Kemudian, pada 1927, ia kembali ke Kazakhstan dan menjadi
guru di sana.
Magzhan menikah dengan Zuleikha
Qurmanbaykizi atau yang sering ia panggil Daididau pada 1922. Namun,
kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama karena Magzhan mendapat masalah
dengan rezim Stalin karena aktivitas politiknya. Ia dituduh sebagai Pan-Turki
dan mata-mata Jepang. Meskipun sebenarya tuduhan itu tidak pernah terbukti, ia
tetap ditangkap dan ditahan di penjara Butyrka, lalu dipindah ke Karelia, lalu
ke Arkhangelsk Oblast. Selain itu, karya-karyanya juga dimusnahkan dan dilarang
untuk diterbitkan. Beberapa keluarganya juga dipersekusi. Sedangkan kerabatnya
yang lain menjauhi keluarga Magzhan karena takut ditangkap juga.
Dalam masa-masa sulit inilah kesetiaan
Zuleikha diuji. Ia rela mengabaikan berbagai risiko dengan menempuh perjalanan
jauh demi memberikan dukungan untuk suaminya. Dia menulis surat kepada Maksim
Gorky yang pernah membantu membebaskan beberapa tokoh intelektual yang
ditangkap dan memintanya menggunakan pengaruhnya untuk membantu membebaskan
Magzhan juga. Gorky menyanggupi permintaan tersebut dan Magzhan berhasil
dibebaskan pada tahun 1936. Namun, karena terpaan fitnah yang tidak kunjung
usai, tidak butuh waktu lama setelah dibebaskan, lagi-lagi Magzhan harus
ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Penangkapan yang kedua kalinya ini
menjadi akhir dari kehidupan Magzhan. Ia dihukum mati dengan ditembak pada
tanggal 19 Maret 1938.
Saat masih berada di Karelia, Magzhan
mendengar rumor bahwa istrinya telah menikah dan hidup bahagia dengan pria
lain. Berita itu tentu saja membuatnya sangat sedih dan terpukul. Dalam
keterpurukan tersebut ia menuliskan sebuah puisi yang berjudul “Daididau” untuk
sang istri. Inilah penggalan puisi “Daididau” tersebut:
Kuambil
pena dan menulis untukmu, sayangku.
Wajahmu
yang cantik bagai bulan purnama.
Ketika
aku mengingatmu, sayangku.
Rasa
sakit di hatiku terasa membara.
Ahh
Daıdıdau ai.
Rasa
sakit di hatiku terasa membara.
Apakah
kamu benar-benar akan meninggalkanku.
Apakah
kamu telah memilih berpisah dari cinta kita?
Kita
pernah setia satu sama lain.
Tapi
aku bisa apa kalau janjimu hanya dusta?
Faktanya, rumor itu
hanyalah kebohongan belaka. Zuleikha tidak pernah berpaling pada pria lain.
Bahkan setelah sang suami meninggal, Zuleikha melakukan perjalanan menelusuri
tempat-tempat yang pernah ditinggali suaminya di Rusia dan menetap di Leningrad
(St. Petersburg) selama beberapa waktu demi mengumpulkan dan mengetik ulang karya-karya
suaminya yang luput dari pemusnahan,
meskipun hak ciptanya masih
dilarang oleh pemerintah
Stalin. Berkat
Zuleikha, beberapa karya sastra dari
Magzhan masih abadi hingga kini, termasuk puisi “Daididau”. Secara
misterius pula puisi “Daididau” menjelma menjadi salah satu lagu rakyat Kazakh
yang paling populer di Kazakhstan bahkan di luar negeri. Tidak ada yang tahu
kapan dan oleh siapa puisi itu dimusikalisasi, sebab tidak ada yang berani
mengaku karena takut ditangkap oleh pemerintah.
Pada 1960, 22 tahun setelah kematiannya,
nama Magzhan Zhumabayev dibersihkan secara anumerta dan reputasinya
direhabilitasi. Lalu, pada tahun 1988, puisinya berhasil diterbitkan ulang di
tanah airnya. Pada peringatan 125 tahun kelahirannya yakni pada tahun 2018, Magzhan
Zhumabayev akhirnya diakui sebagai tokoh sastra, sarjana, dan patriot besar
Kazakhstan pada abad ke-20. Akhirnya, perjuangan yang Zuleikha tempuh tidak
sia-sia. Ia berhasil memetik buah dari kesetiaan dan kerja kerasnya sebelum
meninggal pada usia 96 tahun dan menyusul sang suami ke hadapan Tuhan.
Penulis: Agistya Dwinanda
Editor:
Nilam Helga
Sumber
Gambar: Facebook Magcan Cumabay