img-post

gemakeadilan.com- Berdasarkan data Catatan Tahunan (CATAHU) 2021 dari Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual terjadi sebanyak 1.938 kasus atau sekitar 30% dalam ranah personal sepanjang tahun 2020. Catatan Komnas Perempuan tersebut menyatakan bahwa dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia naik sekitar 800%. Terutama saat pandemi Covid-19, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas pada dunia digital. Masyarakat yang berdiam diri di rumah sesuai anjuran pemerintah demi meminimalisir kasus aktif harian virus Covid-19 merupakan latar belakang dari meningkatnya aktivitas di dunia maya. 

Penyebaran virus Covid-19 yang masih fluktuatif memaksa masyarakat untuk tidak banyak melaksanakan aktivitas di luar rumah dan sebagai gantinya mengganti aktivitas tersebut secara daring. Bentuk kekerasan yang mendominasi dalam KBGO cadalah kekerasan psikis sebanyak 49%, disusul dengan kekerasan seksual 48%, dan kekerasan ekonomi sebanyak 2%. Pada saat kekerasan seksual terjadi, pikiran korban akan kacau dan bahkan cenderung menyalahkan dirinya sendiri, ditambah lagi korban akan semakin terpuruk jika pelaku ternyata dinyatakan tidak bersalah atau mendapat hukuman yang ringan karena hal tersebut mempengaruhi persepsi korban. Oleh sebab itu diperlukan sebuah payung hukum yang lebih komperehensif untuk penanganan kekerasan seksual termasuk pemulihan korban, rehabilitasi korban, dan sanksi yang pantas didapatkan oleh pelaku.

Kasus kekerasan seksual berdampak sangat besar tidak hanya kepada korban saja, tetapi juga berdampak kepada pola pikir masyarakat. Maka dari itu, pemahaman mengenai kesetaraan gender di kalangan masyarakat haruslah ditingkatan. Pasalnya, pemahaman masyarakat terkait kesetaraan gender akan sangat berpengaruh terhadap sikap sejumlah pihak terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Hal ini dibuktikan dengan berlarut-larutnya proses pembahasan RUU PKS dimana salah satu soal yang dipertentangkan yaitu permasalahan gender sehingga diharapkan negara memiliki komitmen kuat dalam mewujudkan peningkatan pemahaman masyarakat terkait kesetaraan.


RUU Cipta Kerja aja bisa disahkan dalam tempo yang sesingkat-singkatanya, masa RUU PKS engga?


Penyebab utama dari pembahasan yang alot mengenai RUU PKS ialah miskonsepsi masyarakat terhadap RUU itu sendiri. Maka dari itu, berikut ini adalah beberapa pembahasan mengenai poin penting dalam RUU PKS yang seharusnya dipahami oleh masyarakat agar tercapai kesepahaman dengan pemerintah: 

1.    RUU PKS bukan hanya melindungi perempuan

Penggunaan frasa “setiap orang” dalam lingkup penanganan, perlindungan, dan pemulihan mengandung arti bahwa RUU PKS menjangkau setiap orang yang menjadi korban kekerasan seksual termasuk perempuan, laki-laki, anak laki-laki dan anak perempuan, termasuk orang dengan disabilitas. Selain itu, RUU PKS juga mencantumkan asas non-diskriminasi sebagai salah satu asas yang  mencerminkan perlakuan tidak membeda-bedakan penanganan korban, perlindungan korban, pemulihan korban, dan penindakan pelaku kekerasan seksual karena latar belakang apapun.

2.    Pendidikan seks pada RUU PKS bukan berarti melegalkan seks bebas atau zina

Pendidikan Hak Kekerasan Seksual dan Reproduksi (HKSR) tidak ada kaitannya dengan jenjang pendidikan siswa dengan melegalkan seks bebas atau zina. Pendidikan HKSR mengajarkan peserta didik untuk mengetahui tentang fungsi organ seks dan reproduksi, serta bagaimana menjaga dan menghormati tubuh diri sendiri dan orang lain sehingga tidak mendekati resiko gangguan kesehatan organ reproduksi dan seksual. Pendidikan HKSR harus disusun sesuai dengan usai peserta didik pada jenjang pendidikannya. Sebuah kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia dan SEPERLIMA pada tahun 2013 menunjukkan 77,6% siswa remaja menyatakan bahwa Pendidikan HKSR membuat mereka mampu mengendalikan dorongan seksual serta 94,5% diantaranya menyatakan bahwa Pendidikan HKSR mampu membuat siswa remaja menghindari bahaya reproduksi, dan 88,7% remaja menyatakan bahwa Pendidikan HKSR menumbuhkan keyakinan mereka untuk tidak melakukan hubungan seksual.

3.    Tidak adanya sanksi pidana perzinahan dalam RUU PKS, apakah RUU PKS melegalkan zina?

Tidak ada satu pasal pun pada RUU PKS yang menyatakan bahwa perzinahan diperbolehkan. Pengaturan mengenai zina dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap kesusilaan dan sudah diatur dalam Pasal 284 KUHP. RUU PKS mengatur pemidanaan terhadap tubuh, yakni ragam bentuk dan jenis kekerasan seksual. Karena zina bukan dikategorikan dalam tindak pidana kekerasan seksual, zina tidak diatur dalam RUU ini sehingga tuduhan legalisasi zina tidak logis dan tidak berdasar. Tidak adanya norma yang melarang zina dalam RUU ini bukan berarti RUU ini memperbolehkan zina (penafsiran berlawanan atau Argumentum a Contario tidak dapat diterapkan).

4.    RUU PKS tidak mengandung muatan yang melegalisasi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT)

Tidak ada muatan pasal pada RUU PKS yang melegalisasi LGBT. Orientasi seksual berbeda dengan kekerasan seksual, sebab orientasi seksual secara sederhana diartikan sebagai ketertarikan seksual seseorang kepada orang lain. RUU PKS tidak mengatur mengenai orientasi seksual atau LGBT melainkan mengatur segala hal yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan seksual. Mengingat RUU PKS menganut asas non-diskriminasi, korban kekerasan seksual akan tetap dilindungi oleh RUU PKS tanpa memandang latar belakang korban, termasuk orientasi seksualnya.

5.    RUU PKS sejalan dengan nilai Pancasila dan agama.

RUU PKS sejalan dengan nilai Pancasila dan agama. Secara universal, tidak ada agama dan kepercayaan manapun di Indonesia maupun dunia yang membenarkan terjadinya kekerasan terhadap siapapun, apalagi terhadap korban kekerasan seksual. Kekerasan dalam bentuk apapun termasuk kekerasan seksual adalah tindakan yang bertentangan dengan semua agama dan kepercayaan, Pancasila, serta nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Sejalan dengan sila ke-1 Pancasila yang mana ajaran agama dan perilaku agama selain berkaitan dengan ibadah dan ritualistik manusia, berkaitan pula dengan tugas perbuatan baik kepada sesama manusia dalam kehidupan publik.

6.    Feminisme tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila

Feminisme sejalan dengan nilai-nilai di Indonesia, bahkan sudah diadopsi dalam ragam kebijakan termasuk Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Feminisme dalam pengertian adalah ide atau pemikiran untuk melawan ketidakadilan, baik laki-laki maupun perempuan. Orang atau kelompok yang memperjuangkannya disebut dengan Feminis. Cita-cita pemikiran feminisme diantaranya untuk mewujudkan keadilan, baik keadilan sosial, ekonomi, politik, maupun keluarga. Untuk mewujudkan hal ini maka diperlukan pendidikan dalam masyarakat dan keluarga agar masing-masing anggotanya tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain termasuk kekerasan seksual. Dengan demikian, perjuangan feminis sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

RUU PKS mengatur sembilan jenis kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual. RUU PKS juga memuat mengenai restitusi, perampasan keuntungan, kerja sosial, pembinaan khusus, pencabutan jabatan, dan pengumuman putusan hakim terkait pelaku yang tidak diatur dalam KUHP.

Melihat kondisi yang terlah dijabarkan, tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk menunda pengesahan RUU PKS sebab jika bertolak pada banyaknya kasus yang terjadi, Indonesia saat ini sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual. KUHP tidak cukup memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual sehingga diperlukan RUU PKS yang bersifat lex specialis agar negara hadir untuk memastikan bahwa perlindungan dapat diberikan sepenuhnya.


Tapi kira-kira, bakal ditindaklanjuti nggak ya RUU PKS ini? Apakah hanya sekedar basa-basi?

Dahlah, mending pasang Baliho sana-sini, Bismillah Komisaris Burjo Sumber Rejeki.


Penulis: Brian Nando

Editor: Adri Siregar 

Sumber gambar: liputan6.com