img-post

gemakeadilan.com – Aksi peringatan Hari Buruh Internasional atau kerap disebut May Day di Semarang pada Kamis (1/5), berubah menjadi ricuh usai terjadinya bentrokan antara mahasiswa dan aparat di depan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Tengah. Kericuhan berlanjut dengan penangkapan lebih dari 20 Mahasiswa, termasuk Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro (BEM Undip) serta beberapa awak pers. Tembakan gas air mata dan Water Canon oleh pihak kepolisian juga memaksa massa mundur menjauh hingga kedalam lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan. Situasi semakin mencekam setelah massa mendapati seorang pria yang diketahui merupakan seorang anggota polisi menyamar untuk mendapatkan informasi di tengah kerumunan mahasiswa. 


Aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah dimulai sejak pukul 13.00 WIB. Aksi ini diawali dengan orasi dari masing-masing perwakilan serikat buruh yang menyampaikan 19 poin tuntutan. Beberapa di antaranya mencakup desakan untuk penetapan upah layak nasional yang adil dan bermartabat, penghapusan sistem kerja alih daya (outsourcing), serta jaminan perlindungan sosial bagi para pekerja. Dalam orasinya, seorang perwakilan serikat buruh menyoroti ketimpangan upah di Semarang. “Masih banyak teman kami yang upahnya belum sesuai dengan Upah Minimum Kota (UMK). Apakah itu sudah mencerminkan kehidupan yang layak di Kota Semarang? Bandingkan dengan kota-kota besar lainnya seperti Bandung atau Surabaya yang setara dengan Jawa Tengah, miris rasanya,” ujarnya.


Tak berselang lama sekitar pukul 15.00 WIB, sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Semarang turut bergabung dalam aksi. Mereka menyuarakan kritik tajam terhadap pemerintah yang dinilai abai terhadap kesejahteraan kelas pekerja serta semakin represif dalam merespons aspirasi masyarakat.

Ketegangan semakin memuncak ketika massa membakar sejumlah alat peraga unjuk rasa dan merobohkan pagar pembatas yang berada di bahu jalan. Menanggapi situasi tersebut, aparat kepolisian yang dilengkapi perisai segera mendekati lokasi pembakaran. Namun, massa menuntut agar aparat mundur dan kembali ke halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah. Situasi kemudian memanas, hingga pihak kepolisian menembakkan gas air mata dan mengerahkan water cannon untuk membubarkan massa.

Massa terus bergerak mundur hingga masuk ke kawasan Undip Pleburan. Aparat kepolisian dilaporkan menahan sejumlah mahasiswa, termasuk Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, yang kemudian dibawa ke Markas Polrestabes Semarang.

Ketegangan kembali meningkat ketika mahasiswa memergoki seorang pria tak dikenal yang diduga merupakan anggota intelijen. Pria tersebut langsung dikepung dan dimintai keterangan oleh mahasiswa terkait identitas serta tujuan keberadaannya di tengah kerumunan aksi.

Ratusan mahasiswa yang berhasil mundur ke dalam lingkungan Kampus Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan usai bentrokan, dilaporkan terjebak di dalam area kampus. Pintu utama kampus ditutup, sementara seluruh akses keluar-masuk diblokir oleh aparat keamanan. Akibatnya, mahasiswa tertahan di dalam kampus selama lebih dari lima jam tanpa kejelasan situasi. Salah satu mahasiswa mengungkapkan kondisi mencekam tersebut. “Kami tidak bisa keluar, posisinya terkurung, dan situasi di luar juga sangat tidak aman,” ujarnya.

Sementara itu, di luar gerbang Kampus Undip Pleburan, muncul sekelompok orang berpakaian sipil yang diduga merupakan anggota organisasi kemasyarakatan (ormas). Kelompok tersebut diduga melakukan aksi perusakan terhadap sejumlah motor milik mahasiswa yang terparkir di area luar kampus.

Mahasiswa baru diperbolehkan meninggalkan area kampus sekitar pukul 23.00 WIB, setelah kondisi dinyatakan relatif aman. Mereka dievakuasi dengan pengawalan dari salah satu pihak keamanan, mengingat masih ada kelompok ormas yang sebelumnya berkumpul di depan gerbang kampus dan belum sepenuhnya membubarkan diri.

Sejumlah organisasi mahasiswa dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) secara tegas mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat terhadap massa aksi. Mereka menilai tindakan tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga mencederai prinsip kebebasan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang. Dalam pernyataan bersama, mereka mendesak agar pihak berwenang segera membebaskan para mahasiswa yang ditahan tanpa syarat.

Reporter : Akhmad Saddam Arrumy, Ryan Anugerah Rafael, Ibrena Maria Quinta, Amellia Rachmayanti, dan Rahma Alfika

Penulis : Akhmad Saddam Arrumy

Editor : Rizki, M. Fajar Rusyidi, Fildzah Shafa, dan Nor Chanifah Laila

Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi Reporter