img-post

gemakeadilan.com - Terdaftarnya Partai Mahasiswa sebagai salah satu partai politik di Indonesia tidak luput dari pemberitaan hangat belakangan ini. Partai Mahasiswa yang berdiri pada tanggal 21 Januari 2022 ini telah mendapatkan legalitas badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-5.AH.11.01 Tahun 2022 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Kristen Indonesia 1945 menjadi Partai Mahasiswa Indonesia. Nama partai ini juga terdaftar dalam Surat Kemenkumham Nomor M.HH-AH.11.04-09 tentang Penyampaian Data Partai Politik yang Telah Berbadan Hukum. Pihak yang pro dengan berdirinya Partai Mahasiswa menilai bahwa partai ini memiliki citra yang independen dan terbebas dari kepentingan penguasa sehingga bisa menyuarakan dan mengekspresikan suara rakyat.

 

Melihat peristiwa tahun 1997-1998, aksi demo mahasiswa berhasil menjadi representasi opini publik karena gelombang reformasi yang dilancarkan mahasiswa sangat efektif menekan rezim yang berkuasa saat itu. Aksi mahasiswa juga terjadi di berbagai daerah beberapa waktu lalu dengan berdemo di jalanan untuk menolak perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode serta mengecam kelangkaan minyak goreng dan bahan-bahan kebutuhan pokok. Kekuatan mahasiswa sebagai parlemen jalanan dan pengkritis handal ketimpangan dinilai sangat efektif untuk menakutkan berbagai rezim.

 

Sayangnya, banyak keganjilan yang ditemukan dari munculnya partai ini, seperti alamat markas Partai Mahasiswa Indonesia di Jakarta Selatan yang ternyata merujuk ke markas Partai Pandu Bangsa. Menurut Ketum Partai Mahasiswa Indonesia Eko Pratama, pihaknya sudah mengirimkan surat untuk mendaftarkan alamat kantor tetapi mungkin disitu ada kesalahan penginputan sehingga dicatutlah salah satu alamat parpol yang lain.  Karyono Wibowo, salah seorang pengamat politik Indonesia, menduga bahwa salah satu keganjilan ini disebabkan karena adanya sosok yang terlibat memberi sokongan dana dibalik beridirinya Partai Mahasiswa Indonesia. Karyono berpendapat bahwa Partai Mahasiswa tidak didirikan secara serius untuk terlibat aktif dalam kancah perpolitikan di Tanah Air, sebab terdapat beberapa persyaratan yang menurutnya agak berat untuk bisa dipenuhi oleh partai yang baru berdiri dengan beranggotakan mahasiswa. Menurutnya, untuk bisa terlibat bersaing di pemilu setidaknya membutuhkan dana mencapai ratusan miliar. Ia tidak yakin kelompok pemodal dari mahasiswa ini memiliki dana sebegitu besarnya.  

 

Pendapat yang sama juga diutarakan oleh pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komruddin. Ia menilai ketika menjadi sebuah partai politik, maka mahasiswa akan kehilangan nilai independensinya. Sebab mustahil menjadi independen dalam dunia politik praktis ketika partai harus memilih untuk berada pada koalisi atau oposisi dari kekuasaan. Ia tak yakin jika Partai Mahasiswa Indonesia mampu menyuarakan aspirasi seluruh mahasiswa di Indonesia. Menurutnya, partai ini hadir karena sekelompok mahasiswa memiliki tujuan dan cita-cita partai. Oleh karena itu, ia tidak melihat adanya keterwakilan terhadap kepentingan publik. Ujang juga mencurigai adanya lobi-lobi kepentingan tertentu di balik pendirian partai ini serta menyampaikan adanya perbedaan yang signifikan antara politik di dalam dan di luar kampus. Jika di dalam kampus politiknya cukup idealis, maka di luar kampus kecenderungannya adalah pragmatis. Akibatnya, akan ada pergeseran nilai atau prinsip dari idealis menjadi pragmatis. Politikus Fahri Hamzah juga menyampaikan pandangannya, yakni pendirian Partai Mahasiswa berarti golongan tersebut telah keluar dari idealisme mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan pemerintah. Beliau menyatakan bahwa tugas mahasiswa ialah menyuarakan aspirasi rakyat yang tak sesuai dengan kebijakan pemerintah sehingga idealisme yang seharusnya dimiliki mahasiswa akan rusak lantaran dipengaruhi oleh politik praktis.

 

Mahasiswa memang harus melek politik, tetapi bukan berarti harus berkecimpung di dunia praksis partai politik. Jika sudah menamatkan kuliah baru boleh mendirikan partai politik, karena mendirikan partai politik adalah hak setiap warga negara. Hak berpartisipasi dalam dunia politik tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat instrumen partai politik yang sudah ada atau membentuk partai politik yang baru. Dikhawatirkan, pendirian Partai Mahasiswa hanya sekedar gimmick untuk menarik minat mahasiswa bergabung ke dalam partai. Permainan gimmick dalam politik kemasan menjadi kata sakti untuk menarik minat dalam merekrut partisipan politik. Seperti halnya partai buruh, tidak otomatis semua buruh bergabung ke dalam Partai Buruh. Demikian juga dengan segmentasi partai Islam, tidak semua umat Islam pula bergabung dengan partai islam. Maka jika berdiri Partai Mahasiswa, bukan berarti semua mahasiswa akan berduyun-duyun mendaftarkan diri sebagai anggota dan pengurus.

 

Penulis berpendapat tidak setuju dengan didirikannya partai mahasiswa karena di era kemajuan internet seperti sekarang ini ada kebebasan berpendapat yang sudah jauh lebih sejahtera. Semua warga negara mempunyai hak untuk bersuara dan menyampaikan pendapatnya dengan tetap memperhatikan etika dan mampu bertanggungjawab atas ucapannya sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, mendirikan partai politik bukan hal yang mudah, dibutuhkan kelengkapan pengurus, keberadaan kantor di berbagai daerah, dibutuhkan fokus pemikiran dan kekuatan penggalangan dana untuk menjalankan kepartaian modern. Maka dari itu, rasanya tidak mungkin apabila dengan titel “mahasiswa”, pendiri partai ini dapat menjalankan tugas dan fungsi partai politik sebagaimana mestinya. Pencatutan nama golongan mahasiswa di dalam nama partai dinilai tidak sesuai dengan representatif yang dibutuhkan, pun terkesan misleading dan clickbait semata.

 

 

Penulis: Ria Rindika

Edior: Adri Siregar

Sumber gambar: harianterbit.com