img-post

Student Government atau Pemerintahan Mahasiswa adalah organisasi yang dibentuk di lingkungan universitas untuk mewakili suara mahasiswa dan menyampaikan aspirasi mereka kepada pihak kampus. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menjadi salah satu bentuk dari student government. Dalam hal ini, BEM sebagai lembaga eksekutif, memiliki tanggung jawab besar untuk menyuarakan hak-hak mahasiswa dan mengelola program kerja yang berkaitan dengan kebutuhan mahasiswa.

Menurut Eleganza, kampus dipandang sebagai suatu negara yang membutuhkan suatu pengaturan di dalamnya untuk memperbaiki kehidupan bernegara dan bermasyarakat, di mana mahasiswa belajar mengelola organisasi dan memimpin. Student Government hadir untuk mengedepankan idealisme gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral dan intelektualitas, gerakan politik nilai, dan gerakan opini murni.

Menurut Miller dan Nadler, kehadiran student government memiliki tiga fungsi pokok, yaitu advocacy, representation, and voice. Student government diharapkan sebagai lembaga representasi atas konstituennya yang menyuarakan opini, harapan, dan tuntutan mahasiswa, kemudian mengolahnya dengan fungsi advokasi yang dimilikinya.

Dalam Pedoman Pokok Organisasi (PPO) Undip, BEM secara definitif diartikan sebagai organisasi kemahasiswaan yang bergerak di bidang eksekutif dan  melaksanakan program kerja. Berangkat dari definisi tersebut dengan seluruh kewenangan politis dan idealisme gerakan mahasiswa, BEM wajib mewujudkan kesejahteraan mahasiswa. Sebagai lembaga pelaksana kegiatan kemahasiswaan, BEM FH Undip memiliki peran untuk melaksanakan program kerja yang mampu mengakomodir keinginan dan kebutuhan mahasiswa FH Undip, mulai dari isu ekonomi, sosial, politik, hingga pendidikan. Ketika isu terkait kerugian materiil atas ketidakadilan keputusan pembagian UKT, tidak terpenuhinya fasilitas bagi mahasiswa disabilitas, hingga iklim politik nasional yang mengancam keamanan pribadi mahasiswa, di sana lah seharusnya BEM dengan seluruh kewenangannya hadir untuk mahasiswa.

Selain sebagai lembaga pelaksana, BEM FH Undip juga sebagai koordinator penyelenggaraan kegiatan kemahasiswaan sebagaimana tercantum dalam PPO Undip, maka memiliki keterkaitan erat terhadap keberjalanan program kerja atau pendelegasian BSO dan UKM-F. Hal ini tercantum juga dalam misi ke-6 yang dibawakan oleh Kabinet Aksata Kirana pada tahun 2024, yakni “Menjalin hubungan baik dan berkolaborasi aktif dengan stakeholder strategis BEM FH Undip 2024 secara intensif untuk mencapai keharmonisan.” Dalam menjalankan tugasnya, BEM diharapkan dapat bersinergi dengan UKM-F dan BSO sebagai stakeholder.

Namun, dalam praktiknya, BEM FH Undip belum menjalankan perannya sebagai koordinator kegiatan kemahasiswaan dengan baik. Tidak dilaksanakannya Lingkar Pimpinan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) oleh BEM FH Undip menjadi bukti. Forum yang seharusnya dapat menyelaraskan cara pandang para pimpinan Ormawa gagal terlaksana. Program kerja BEM FH Undip juga beberapa kali bertabrakan dengan program kerja UKM-F yang menandakan kegagalan perannya sebagai koordinator kegiatan kemahasiswaan. Selain itu, BEM FH Undip yang mengharapkan partisipasi dari tiap UKM-F dalam acaranya, tanpa adanya kolaborasi aktif, mengakibatkan tidak terpenuhinya target peserta dalam program kerja BEM FH Undip. Hal ini menjadi catatan evaluasi bagi BEM FH Undip untuk lebih berperan secara aktif sebagai koordinator kegiatan kemahasiswaan pada kepengurusan yang akan datang.

Kepemimpinan menjadi faktor utama suksesnya suatu organisasi dalam memenuhi esensi dan tujuannya. Kepemimpinan tentu saja mengaitkan aspek individual seorang pemimpin dengan konteks situasi di mana pemimpin tersebut menerapkan kepemimpinannya. Dengan kepemimpinan yang memiliki sifat kolektif, dalam arti keseluruhan perilaku yang diterapkan seorang pemimpin akan memiliki dampak luas bukan bagi dirinya sendiri, namun kepada seluruh anggota organisasi. Kekuatan terbesar dari sebuah kepemimpinan bukan dilihat dari kekuasaannya ataupun kecerdasannya, melainkan dari kekuatan pribadinya. Seminimalnya, satu prinsip yang dapat diterapkan dalam kepimpinan adalah prinsip visioner. Kepemimpinan visioner artinya seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan memiliki gambaran tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara untuk mencapai tujuannya.

Pemilihan Raya (Pemira) merupakan momen penting dalam menentukan kepemimpinan di BEM. Kepemimpinan yang visioner mencakup kemampuan untuk memimpin dengan integritas, transparansi, dan komitmen pada tujuan organisasi. Pemimpin yang visioner sangat diperlukan dalam organisasi ini. Seorang calon pemimpin BEM harus mampu menunjukkan visi yang jelas tentang apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya.

Sebagai pemilik hak suara, mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang dapat membawa perubahan positif. Proses pemira seharusnya menjadi media pembelajaran demokrasi bagi mahasiswa. Maka, Pemira perlu dijalankan secara jujur, adil, taat, aturan, terbuka, partisipatif, bersih, bebas, dan umum. Sama halnya dalam menyelenggarakan Pemilu, pra pelaksanaan Pemira sampai dengan pasca Pemira dijalankan oleh beberapa perangkat, dimulai dari Panitia Seleksi Pemira, Komisi Penyelenggara Pemira (KPPR), Badan Pengawas Pemira (BPPR), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemira (DKPPR), Tim Pengawas Keuangan Pemira (TPK), serta Tim Yudisial FH Undip. Setiap perangkat memiliki peran masing-masing untuk memastikan proses Pemira berjalan sesuai dengan kaidah.

Proses Pemira telah memasuki masa tenang, yang artinya masa kampanye dan promosi dari masing-masing paslon telah selesai dilaksanakan. Promosi dimulai dengan tagline ikonik, paslon nomor 1 dengan #mariubahbersama dan paslon nomor 2 dengan #BerdayaBersamaNicholasWidiya. Sejatinya kedua paslon telah berupaya mempromosikan dirinya melalui tagline dan juga gagasan yang dimaktubkan dalam GDO. Sayangnya, Pemira 2024 harus diwarnai dengan black campaign. Mengecewakan, menyedihkan, dan sangat disayangkan atas keberjalanan pemira tahun ini.  

Black campaign atau kampanye hitam merupakan kampanye dengan cara menyebarkan keburukan atau kejelekan suatu paslon tanpa menyertakan bukti yang berkaitan.  Praktik ini dapat dilihat dari kehadiran beberapa akun tidak bertanggung jawab yang menyebarkan informasi yang tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya. Keberadaan akun-akun ini cukup mengkhawatirkan karena memprovokasi mahasiswa untuk saling melempar makian dan tuduhan lainnya. Mahasiswa justru lupa akan tujuan dari Pemira sebagai media pembelajaran dan lebih berfokus pada isu yang kurang relevan. Sebagai seorang intelektual, mahasiswa seharusnya dapat menyaring informasi dengan lebih baik dan tidak mudah terprovokasi dengan rumor yang tidak dapat dibuktikan. Oleh karena itu, para paslon memiliki tugas lebih untuk memastikan mahasiswa sebagai konstituennya dapat memahami betul gagasan yang telah mereka susun. Mahasiswa FH UNDIP perlu mengingat bahwa visi dan misi masing-masing paslon akan menentukan bagaimana nasib FH dan BEM FH kedepannya. Ketika gagasan mereka ternyata tidak dipahami, maka gagal lah tujuan pemira sebagai media pembelajaran. Untuk itu, segala aspek perlu bersama-sama mengawal proses Pemira yang sesuai dengan kaidah demokrasi.     

 

 

Penulis: Albertus Daniel Wibisono, Christina Larasati Harianja

Editor: Hanifah Febri Annisa

Sumber Gambar: Adi Tri Prastyo