gemakeadilan.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa harga minyak goreng meningkat secara signifikan sejak Oktober 2021 hingga saat ini. Kenaikan harga ini cukup mengherankan, mengingat Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006. Produksi sawit Indonesia mencapai 43,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3.6% per tahun. Alih-alih dapat berdiri sendiri, harga minyak goreng di Indonesia nyatanya masih sangat terikat dengan fluktuasi pasar dunia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng disebabkan oleh harga internasional yang naik cukup tajam. Selain itu, faktor yang menyebabkan harga minyak di Indonesia mahal adalah turunnya panen sawit pada semester kedua, sehingga suplai minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi industri minyak goreng. Penyebab lain dari naiknya harga minyak goreng yakni adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30 yang juga diperburuk dengan adanya gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal. Kenaikan harga minyak goreng tersebut akhirnya berdampak langsung baik pada konsumen rumah tangga maupun industri pengolahan makanan.
Di
tengah peliknya kasus minyak goreng ini, ternyata ada beberapa oknum yang
justru memanfaatkan situasi demi memperkaya diri sendiri. Setelah dilakukan
penyidikan oleh Kejaksaan Agung, ditemukan adanya 4 tersangka dugaan tindak
pidana korupsi terkait pemberian izin ekspor minyak goreng ke luar negeri.
Nama-nama yang terseret dalam kasus mafia
minyak goreng di antaranya:
1. Indrasari Wisnu Wardhana, Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan yang juga menjabat
sebagai komisaris di BUMN PT Perkebunan Nusantara (III) Persero Holding
2.
Master Parulian Tumanggor, Komisaris Utama
PT Wilmar Nabati Indonesia
3.
Stanley MA, Senior Manager Corporate
Affair Permata Hijau Grup
4. Pierre Togar Sitanggung, General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas
Indra Wisnu Wardhana berperan dalam
proses pemberian izin dan diduga menerima gratifikasi atau suap penerbitan
ekspor minyak goreng. Sedangkan Master Parulian Tumanggor, Stanley MA dan
Pierre Togar Sitanggung melakukan komunikasi intens dengan Indrasari Wisnu terkait
penerbitan Izin Persetujuan dengan tidak memenuhi syarat peraturan
perundang-undangan.
Penetapan 4 tersangka di atas berdasarkan alat bukti berupa 19 saksi dan 596 dokumen serta beberapa ahli. Penyidik menduga adanya upaya melawan hukum. Keempat tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 jo Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri atau Domestic Price Obligation (DPO) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022.
Kasus ini semakin menarik kala sebelumnya
saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Indrasari Wisnu tampak beberapa kali
menghampiri Mendag Lutfi, kemudian membisikkan jika mafia minyak goreng sudah
diketahui dan akan diumumkan hari Senin. Padahal yang akhirnya menjadi
tersangka mafia minyak goreng tersebut adalah Dirjen Wisnu sendiri. Hal ini menjadi
sorotan publik dan ramai diperbincangkan, sebab Indrasari Wisnu terkesan sedang
menutupi aibnya dengan menunjuk orang lain.
Hal yang dilakukan oleh Indrasari Wisnu ini jelas menimbulkan kerugian yang berat bagi negara. Para mafia minyak goreng bergabung dengan mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara dalam daftar panjang pejabat negara yang tertangkap melakukan tindak korupsi di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang sedang terpukul. Masyarakat Indonesia menjerit dan saling sikut dalam memperebutkan minyak goreng, belum lagi banyak UMKM harus tutup karena tingginya harga minyak membuat mereka tidak mampu menutupi biaya operasional.
Meningkatnya kasus korupsi berbanding terbalik dengan
kualitas pemerintahan masa kini. Hal ini terbukti dari pejabat pemerintahan
yang terlibat kasus korupsi dengan nilai yang terbilang sangat fantastis,
bahkan di tengah pandemi seperti saat ini. Penulis berpendapat hal ini terjadi karena
kurang tegasnya pemerintah dalam menindaklanjuti kasus korupsi. ‘Berantas
korupsi’ seolah hanya menjadi jargon belaka, lantaran upaya pemberantasan
korupsi terkesan semakin memburuk. Situasi memprihatinkan masyarakat Indonesia
jelas tidak menjadi penghambat bagi pejabat-pejabat pemerintah yang berniat
menggelapkan uang negara.
Pemerintah harus mengambil langkah yang lebih tegas dalam
menangani kasus mafia minyak goreng ini, agar tidak terjadi lagi pemegang
kekuasaan yang berani memanfaatkan situasi keresahan dalam masyarakat untuk
kepentingannya sendiri di kemudian hari. Apabila segala upaya penangkapan dan
operasi tangkap tangan oleh Korupsi Pemberantasan Korupsi tidak juga
memperlambat koruptor, mungkin diperlukan penanganan baru untuk membantu upaya
pemberantasan korupsi. Urgensi permasalahan ini perlu ditingkatkan, sebab
selama pemerintah terseok-seok dalam menanggulangi tindak pidana korupsi,
masyarakat harus menanggung akibat dari segala kerugian yang ditimbulkan
mereka.
Penulis : Alya Nelvina Zhavira
Editor : Vanya Jasmine
Sumber gambar: Kompas.com