gemakeadilan.com
– Indonesia merupakan sebuah negara demokrasi. Oleh karena itu, Indonesia menjamin
ruang terbuka bagi kebebasan publik, salah satunya diwujudkan dalam bentuk aksi
demonstrasi sebagai cara menyalurkan aspirasi serta refleksi dari proses
demokrasi tersebut. Di tahun 2022 ini, banyak pihak baik dari masyarakat
khususnya mahasiswa yang menyalurkan haknya untuk menyampaikan pendapat kepada
perwakilan rakyat melalui aksi demonstrasi. Patut dicermati, apa saja aksi
demonstrasi pada tahun ini? Kemudian, apa alasan dari peningkatan terjadinya
aksi demonstrasi?
Salah
satu aksi demonstrasi di awal tahun ini terjadi pada Jumat (11/2) lalu sebagai
reaksi dari konflik di Desa Wadas Purworejo yang tidak kunjung menuai titik
temu sehingga menyebabkan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di
Banyumas, Jawa Tengah turun menggelar aksi solidaritas di depan Kantor Bupati
dan DPRD Banyumas. Pihak mahasiswa mengecam tindakan represif aparat kepolisian
terhadap warga di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah serta meminta kepada pihak
DPRD Banyumas agar segera menyampaikan tuntutan kepada Gubernur Jawa Tengah
agar penambangan batu andesit yang menjadi keresahan masyarakat ditutup, karena
dinilai dapat merusak kelestarian alam di Desa Wadas.
Kegerahan mahasiswa atas tindakan para pemegang kekuasaan tak berhenti pada konflik di Desa Wadas saja. Pada Senin (28/3), mahasiswa kembali menyelenggarakan demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta dengan fokus utama dalam aksi tersebut adalah menyoroti kinerja pemerintahan. Adapun enam tuntutan mereka antara lain:
1. Mendesak Presiden Jokowi agar bersikap tegas menolak penundaan pemilu
2. Menuntut Presiden Jokowi untuk menunda dan mengkaji ulang UU IKN
3. Mendesak Presiden Jokowi menstabilkan harga serta menjaga ketersediaan bahan pokok
4. Mendesak Presiden Jokowi mengusut tuntas dalang dibalik kelangkaan minyak goreng
5. Mendesak Presiden Jokowi menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Indonesia
6. Menuntut Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin berkomitmen penuh dalam mewujudkan segala janji-janji kampanye di sisa masa jabatannya.
Kemudian, lagi-lagi ribuan mahasiswa di bawah aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi besar-besaran pada Senin (11/4). Rencana awal demonstrasi akan dilakukan di depan Istana Negara, namun titik kumpul massa diubah menjadi di depan Gedung MPR selaku penampung aspirasi rakyat. Tidak hanya mengubah tempat penyelenggaraan unjuk rasa, BEM SI juga mengubah poin-poin tuntutan yang disuarakan. Adapun empat tuntutan yang disuarakan BEM SI antara lain:
1. Mendesak dan menuntut agar menstabilkan harga serta menjaga ketersediaan bahan pokok di masyarakat dan menyelesaikan ketahanan pangan lainnya
2. Meminta Presiden Joko Widodo segera menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada tujuan memperpanjang masa jabatan
3. Meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan reshuffle terhadap anggota kabinet yang dinilai kurang professional dan kalah melawan kejahatan oligarki predator serta mendukung penundaan pemilu
4. Meminta aparat keamanan untuk tidak menggunakan upaya represif dalam menghadapi aksi mahasiswa
Aksi
unjuk rasa tersebut akhirnya berujung pada kericuhan. Pada awalnya, aksi menggelar spanduk dan
orasi berjalan dengan damai. Namun, menjelang sore hari, massa aksi mulai
saling dorong sehingga polisi menembakkan water
canon dan gas air mata untuk memukul mundur massa. Seorang pegiat media
sosial sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Ade Armando, juga dikeroyok
saat berlangsungnya aksi demonstrasi. Ade menjadi bulan-bulanan massa dan ia
dihajar hingga babak belur sampai hampir ditelanjangi.
Peningkatan
terjadinya demokrasi merupakan indikasi dari bertambahnya ketidakpuasan
masyarakat atas kebijakan yang diterapkan oleh para pemangku kekuasaan. Pada
unjuk rasa atas konflik di Desa Wadas, massa aksi menyindir kebijakan
pemerintah dan mengecam tindakan aparat yang dinilai merampas hak rakyat atas
tanahnya. Begitu pula demonstrasi yang diselenggakan oleh mahasiswa BEM SI,
awal mulanya timbul dari berbagai masalah yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat
dari peningkatan harga dan kegagalan pemerintah dalam mengusut kasus mafia
minyak goreng, Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang dinilai mengandung
pasal-pasal bermasalah, sampai dengan rumor penundaan Pemilu 2024 dan perubahan masa
jabatan Presiden.. Mengenai aksi demonstrasi yang berlangsung, BEM SI
menegaskan bahwa aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk pengendalian dan
permintaan pertanggungjawaban atas program-program yang direncanakan oleh
pemerintah. Jajaran Polda Metro Jaya juga telah mengidentifikasi pelaku
pemukulan Ade Armando serta mengkonfirmasi bahwa tersangka tidak berasal dari pihak
mahasiswa
Kebijakan
yang diterapkan pemerintah dianggap kurang efektif untuk menyelesaikan konflik
oleh berbagai kalangan masyarakat serta bertambahnya aksi unjuk rasa
merupakan cerminan dari kekecewaan masyarakat umum. Pada hakikatnya, aksi demonstrasi
adalah salah satu cara yang dibenarkan dan diizinkan untuk menyampaikan
aspirasi dalam iklim demokrasi, sepanjang diselenggarakan sesuai dengan tata
aturan yang berlaku. Hal tersebut juga merupakan salah satu cara menjaga kelanggengan proses
demokrasi, begitupun menjadi indikasi bahwa keberjalanan pemerintahan dianggap
kurang sesuai dengan cita-cita nasional. Selain itu, penting pula diketahui bahwa aksi
diperkirakan akan terus berjalan selama pemerintah dianggap belum dapat menyediakan
solusi yang tepat atas permasalahan-permasalahan yang disuarakan.
Penulis:
Ester Palmina Marbun
Editor:
Syifa Aninda Wahab
Sumber
foto: suara.com