Berita antara Israel dengan Palestina yang tengah bersitegang
telah menyita perhatian seluruh dunia. Pertikaian antara kedua negara ini telah
berlangsung selama puluhan tahun, akan tetapi peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam beberapa hari terakhir telah memicu konflik besar yang dikhawatirkan akan
berujung pada peperangan. Di sosial media, pertempuran antara Israel dan
Palestina banyak menarik simpati dari seluruh dunia atas banyaknya pelanggaran
hak asasi manusia dan kejahatan perang yang terjadi, juga menimbulkan pro dan
kontra. Seruan dukungan untuk Palestina menggema di seluruh jagat sosial media baik dari kalangan
aktivis,
selebritis ternama, pemain sepak bola, hingga kepala negara yang menolak tindakan
Israel yang dianggap menjajah dan aparteis. Di sisi lain, negara-negara seperti
Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan Italia menunjukkan dukungan terhadap
Israel dan menganggap bahwa Palestina adalah negara yang dikuasai oleh teroris.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di antara Israel dan Palestina? Bagaimana
semua kekacauan ini bermula?
Dalam masyarakat seringkali terjadi miskonsepsi bahwa
perseteruan antara Israel dengan Palestina disebabkan oleh agama, meskipun
data menyebutkan bahwa masyarakat Palestina tidak hanya beragama muslim, namun terdapat
berbagai agama lainnya seperti Kristen dan Yahudi. Seluruhnya hidup damai dan
berdampingan, bahkan komunitas Kristen Palestina merupakan komunitas Kristen
tertua di dunia. Faktanya, konflik Israel dan Palestina berkaitan erat dengan politik
dan sejarah keduanya dalam perebutan wilayah.
Pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza telah mencapai
54 tahun dan memiliki sejarah panjang selama lebih dari 100 tahun lalu. Bentrokan
ini dimulai ketika Inggris menguasai wilayah yang dikenal sebagai Palestina
setelah mengalahkan Kekaisaran Ottoman dalam Perang Dunia I yang merupakan
penguasa wilayah Timur Tengah kala itu. Kemudian dalam Perang Dunia II, terjadi
peristiwa Holokaus yaitu genosida terhadap lebih dari enam juta penganut Yahudi
oleh partai Nazi Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler.
Terdesaknya orang-orang Yahudi dari Eropa mendorong keinginan
untuk mendirikan negara khusus Yahudi dan munculnya paham Zionisme, yaitu
gerakan nasionalis Yahudi internasional yang ingin mendirikan negara Israel di
wilayah Palestina. Warga Palestina serta orang-orang Arab tidak terima dengan
pendudukan Yahudi, maka dari itu dimulailah bentrokan berdarah di antara Israel
dengan Palestina. Sejak tahun 1947, berbagai upaya mediasi telah dilakukan oleh
berbagai pihak. Pada tanggal 29 November 1947, PBB membagi wilayah yang diperebutkan dalam
sebuah rencana partisi atau disebut juga Rencana Pembagian Palestina, yang
membagi wilayah tersebut menjadi tiga bagian; wilayah orang Yahudi, wilayah
orang Arab, dan Perwalian Internasional di Yerusalem. Namun,
masih banyak pertentangan yang terjadi di daerah-daerah yang disengketakan
seperti Jalur Gaza dan Tepi Barat, terutama dikarenakan masih banyak warga Palestina yang diusir dari rumah mereka oleh pendudukan
Israel. Hal inilah yang menyebabkan perebutan wilayah terjadi dan belum
menemukan titik terang untuk mengakhirinya.
Konflik yang terjadi pada tahun 2021 ini juga
merupakan bagian dari sejarah panjang bentrokan berdarah antar dua negara
tersebut. Kali ini, konflik bermula dari pengusiran penduduk Palestina dari Sheikh Jarrah
oleh tentara Israel. Awal ketegangan berlangsung sejak April dimana Arab News melaporkan bahwa polisi Israel
melakukan sabotase pada speaker Masjid Al-Aqsa. Tindakan tersebut memicu
kecaman dari Yordania dan akhirnya memicu konflik-konflik lain. Penembakan seorang
remaja berumur 16 tahun yang bernama Saeed Yusuf Muhammad Odeh oleh tentara
Israel pada tanggal 5 Mei 2021 di kota Nablus, dekat Desa Odala turut
menimbulkan protes dari warga Palestina. Keadilan untuk Saeed Odeh atau disebut
Justice for Saeed Odah pun digaungkan
di jagat media sosial.
Selanjutnya, pada tanggal 7 Mei
2021 terjadi bentrokan besar di Masjid Al-Aqsa antara jamaah Palestina yang
sedang melaksanakan sholat tarawih dan berdoa pada Jumat terakhir Ramadhan dengan
tentara Israel. Dilansir dari akun Instagram @landpalestine, pasukan Israel
menggunakan gas air mata, granat setrum, dan amunisi hidup dengan peluru karet
yang melukai lebih dari 460 warga Palestina. Sedangkan di pihak Israel terdapat
17 korban luka dan mereka mengatakan bahwa warga Palestina sempat melemparkan
batu ke arah pasukan Israel. Selain itu, para polisi Israel tidak segan menahan
pemuda dan pemudi yang menentang mereka di sekitar kompleks masjid Al-Aqsa.
Pertikaian selanjutnya yang memanas adalah sengketa di Sheikh
Jarrah, sebuah wilayah Palestina di Yerussalem Timur dimana beberapa keluarga
Palestina terancam digusur oleh pasukan Israel yang mengklaim bahwa Sheikh
Jarrah adalah milik mereka. Seorang influencer asal
Palestina bernama Subhi Taha menjelaskan apa yang terjadi di Sheikh
Jarrah. Tentara Israel menggusur banyak pemukiman muslim di Sheikh Jarrah dan
setidaknya ada 5 keluarga yang telah diusir dari rumahnya sendiri. Salah satu
contohnya adalah seorang warga Palestina bernama Mohammed El-Kurd yang mengaku
keluarganya hidup di bawah ancaman pengungsian. Sehari setelah ia berbicara
pada CNN International mengenai pengusiran paksa di Yerussalem Timur, ia
diduga telah dipindahkan dari lingkungannya di Sheikh Jarrah, dilansir dari Independent. Protes harian dilakukan
oleh warga Palestina terhadap perilaku tentara Israel pun terjadi. Namun,
pengadilan Israel memutuskan menunda sidang sengketa Sheikh Jarrah untuk
meredakan konflik. Menurut Republika.co.id,
pada 9 Mei, pengadilan tinggi Israel menunda keputusan pengusiran 4 keluarga
Palestina dan tanggal pengadilan baru akan diumumkan dalam 30 hari.
Setelah kerusuhan yang terjadi di Masjid Al-Aqsa, Hamas–organisasi
politik dan militer berpengaruh di Palestina- tidak tinggal diam. Sejak
10 Mei 2021, Hamas telah meluncurkan lebih dari 3.300 roket untuk
menyerang Israel. Israel pun membalas serangan tersebut dengan meluncurkan
serangan udara menuju Jalur Gaza yang dikuasai oleh Hamas. Roket-roket yang dikirim
Hamas menyerang pemukiman penduduk, menghancurkan infrastruktur, dan menewaskan
setidaknya 10 warga sipil dan tentara Israel sedangkan serangan
Israel kepada Gaza telah membunuh lebih dari 200 orang dan menyebabkan lebih
dari 1.200 orang luka-luka. Meskipun Israel mengklaim bahwa mereka hanya
menargetkan militer Hamas, nyatanya serangan dari
pihak mereka tidak hanya menghancurkan bangunan-bangunan tempat tinggal
warga Palestina tetapi juga rumah sakit, termasuk menara Al-Jalaa yang
merupakan tempat berdirinya kantor-kantor media internasional.
Pertempuran yang berlangsung telah menyebabkan sekitar 238
orang tewas, lebih dari 60 di antaranya anak-anak. Sebagian besar korban adalah
warga Palestina yang terbunuh oleh serangan udara Israel di Jalur Gaza. Seruan-seruan
deeskalasi dari Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-bangsa,
Uni Eropa, dan organisasi-organisasi perlindungan hak asasi manusia terus
dikumandangkan, akan tetapi baik pihak Israel maupun Hamas Palestina belum
menunjukkan tanda-tanda perdamaian.
Pada tanggal 21 Mei dilansir dari
akun instagram @actforhumanity,
Kepala Cabang ACT di Gaza telah mengkonfirmasi gencatan senjata yang disepakati
antara Zionis Israel dengan Palestina. Pasukan Zionis pun mulai keluar dari
wilayah Sheikh Jarrah dan berhenti mengganggu Masjid Al-Aqsa serta berhenti
menembakkan rudal ke wilayah Gaza. Banyak warga Palestina tumpah ruah turun ke
jalan pada pukul 2 dini hari di Gaza untuk merayakan kemenangan mereka dengan mengibarkan
bendera Palestina, membunyikan klakson mobil, dan bersyukur dengan mengumandangkan
takbir atas gencatan senjata ini. Bagi warga Palestina, gencatan senjata ini
merupakan kemenangan besar mereka setelah 11 hari permusuhan. Namun, baik Hamas
maupun Israel saling mengklaim kemenangan dan keberhasilan atas pertempuran
yang telah terjadi dari aksi kekerasan dan bombardir zionis dan serangan roket
kelompok Hamas.
Dari akun yang sama, mereka melaporkan
fakta baru yang diunggah sekitar pukul 20.00 di hari yang sama, menandakan
bahwa belum genap sehari setelah keputusan gencatan senjata diumumkan keduanya,
Zionis Israel secara tiba-tiba merengsek masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa
dimana sedang terjadi perayaan. Seketika suasana yang sebelumnya penuh sukacita
dan kedamaian berubah menjadi hiruk pikuk kepanikan warga Palestina yang
diiringi suara tembakan senjata, lemparan granat, dan gas air mata oleh Zionis
Israel.
Pelanggaran Israel terhadap gencatan
senjata ini menandakan bahwa pertikaian diantara Israel dengan Palestina tidak
akan mudah untuk diselesaikan. Aksi-aksi yang telah terjadi menunjukkan bahwa
tidak ada yang tahu apakah perang akan pecah besok atau lusa. Satu kepastian
yang nyata dalam konflik berkepanjangan ini ialah apabila pihak Israel dan
Hamas dari Palestina sama-sama tak mau mengalah, nyawa akan terus berjatuhan
dan semakin banyak masa depan yang direnggut dari orang-orang tak bersalah. Meskipun
kecaman telah digaungkan sana-sini, merebaknya konflik berulangkali membuktikan
bahwa Israel dan Palestina membutuhkan tindakan lebih tegas dari dunia.
Penulis: Vanya Jasmine dan Yovani Salsabila Maydita
Editor: Adri Siregar