gemakeadilan.com – Senat Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro (FH Undip) mengumumkan surat undangan sosialisasi perkuliahan
mahasiswa Jepara melalui akun instagram @senatfhundip
pada Sabtu (21/01). Dalam sosialisasi tersebut, termuat info mengenai
sistem perkuliahan offline bagi
mahasiswa Jepara yang semula disatukan dengan mahasiswa reguler dan berkuliah
secara offline di Kampus Tembalang,
diubah menjadi berkuliah secara offline di
Kampus Jepara yang terletak di Teluk Awur, Jepara. Pengumuman ini memicu berbagai
macam reaksi, namun bagi mahasiswa FH Kampus Jepara angkatan 2021 kabar ini
menimbulkan keterkejutan dan kekhawatiran. Sebab, pemindahan ini berpotensi
besar untuk menimbulkan kerugian bagi mereka, baik dari segi material maupun immaterial.
Perwakilan mahasiswa FH Undip
Kampus Jepara angkatan 2021 dalam wawancara yang dilaksanakan pada Minggu
(05/02) melalui platform Microsoft
Teams menjelaskan bahwa pemindahan ini tidak selaras dengan pernyataan Pak
Solechan selaku Wakil Dekan Bidang Sumber Daya dalam acara Pengenalan Kehidupan
Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) FH Tahun Akademik 2021/2022. Bersama anggota
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Senat, mahasiswa FH Undip Kampus Jepara
2021 menyusun policy brief yang berisi
poin-poin permasalahan yang mereka rasakan dalam keputusan pemindahan ke
Jepara, di antaranya biaya sewa kos/kontrakan di Tembalang yang sudah dibayar, relasi
dengan mahasiswa FH Undip di Tembalang yang sudah terjalin, dan kegiatan
organisasi yang akan terhambat. Di samping itu, perkuliahan yang direncanakan
untuk menggunakan sistem blok dirasa membatasi kebebasan mereka untuk belajar.
Hal-hal ini dirasa merupakan bukti dari ketidaksiapan untuk menyelenggaraan kuliah
di Jepara secara offline.
"Sederhananya (kami
membayar) UKT itu sama dan uang SPI pun sama, tapi dalam kenyataannya bisa
dibilang (kami) tidak mendapatkan hak yang sama dalam segi pembelajaran. Bisa
dilihat sendiri dalam jadwal perkuliahan kami, dapat dinilai merenggut hak
belajar kami atau enggak. Untuk
jadwal itu sendiri dipaketin dengan
sistem blok. Misalnya ada 11 matkul, setiap 2 minggu (ada) 2 matkul dan
seminggu ada UTS dan UAS. Kenapa ada
sistem blok begini? Karena tidak
memungkinkan dosen bolak-balik ke
Jepara. Artinya dalam sistem pun tidak ada keseteraan antara anak Jepara dan
Tembalang. Dalam hal ini tidak manusiawi dan artinya ada ketidaksiapan dalam
sistem perkuliahan Kampus Jepara,” jelasnya.
Di luar perihal akademik juga
terdapat berbagai permasalahan yang harus dihadapi mahasiswa FH Kampus Jepara,
seperti sulitnya mobilitas untuk ke kampus lantaran jarak yang jauh antara
kampus dengan pusat hunian, fasilitas seperti rusunawa yang kurang layak
ditempati, minimnya penerangan, jauh dari jalan raya, dan sedikitnya kos dan
kontrakan di wilayah sekitar Kampus Jepara. Kemudian perwakilan tersebut juga menyebutkan
bahwa mahasiswa FH Kampus Jepara merasa keberatan dengan sedikitnya fasilitas
yang dibutuhkan mahasiswa seperti tempat makan, toko dan pusat perbelanjaan di
sekitar wilayah kampus.
Salah satu kekecewaan yang
dirasakan oleh mahasiswa FH Kampus Jepara muncul dari sikap pihak kampus yang seakan
lepas tangan. Perwakilan mahasiswa FH Undip Kampus Jepara mengeluh bahwa sangat
sulit untuk berkomunikasi langsung dengan pihak dari birokrasi kampus, dan
ketika mendapat kesempatan untuk mengajukan keresahan mereka jawaban yang
diterima dirasa kurang memuaskan. Ia berkata bahwa ketika ditanya soal solusi
dari permasalahan yang dihadapi mahasiswa FH Kampus Jepara, pihak kampus
berulang kali mengeluarkan pernyataan yang berimplikasi bahwa mahasiswa FH Kampus
Jepara harus menanggung sendiri konsekuensi dari pemindahan ini.
"Kita tahu dipindahin itu akhir Desember atau awal
Januari, dari situ kita udah nyoba
sekitar 1 bulan buat melakukan audiensi. Kita sudah mencoba alur birokrasi yang
ada tapi respon BEM dan Senat cukup kurang memuaskan, tapi dari angkatan kami
sendiri mengapa BEM dan Senat lamban dalam hal ini, kami bisa mewajari hal
tersebut. Kalaupun solusi waktu itu ada momen sosialisasi pembelajaran FH
Jepara, dari momen itu saat dibuka sesi tanya jawab, pokoknya waktu itu ada disclaimer dilarang untuk membicarakan
hal-hal ini di dalam tanya jawab, tapi kami coba untuk keluarkan keluh-keluhan
kami tapi tidak ada solusi, hal ini terus berputar dalam jawaban "ini
konsekuensi kalian’,” keluhnya.
Tidak dihadirkannya mahasiswa
FH Undip Kampus Jepara angkatan 2021 dalam audiensi antara Mahasiswa FH Undip
Kampus Jepara, Senat Mahasiswa FH Undip, BEM FH Undip dan Dekanat juga menjadi
permasalahan dalam kebijakan ini. Hal ini disebabkan audiensi tersebut hanya
dihadiri oleh mahasiswa FH Kampus Jepara angkatan 2022 saja, padahal terdapat perbedaan
prinsip, pandangan, dan kepentingan antara mahasiswa FH Undip Kampus Jepara angkatan
2021 dan 2022 di mana angkatan 2021 sudah 3 semester menjalani perkuliahan
dengan mahasiswa reguler di Tembalang, sedangkan angkatan 2022 yang sejauh ini
menjalani kuliah secara online
dipisah dari mahasiswa FH di Tembalang.
"Secara administratif
jalur angkatan 2021 dan 2022 (memang) sama-sama anak mahasiswa FH Jepara, tapi
(dalam) implementasi ada historis yang berbeda. Bisa dilihat di perkuliahan,
angkatan 2021 sedari awal masuk kuliah ini telah digabung dengan teman-teman
yang dari Tembalang (mahasiswa reguler), nggak
ada pemisahan antara mahasiswa Jepara dan Tembalang. Berbeda dengan angkatan
2022 yang sejak masuk semester 1 sudah dibuatkan kelas sendiri, jadi dipisah
antara FH Jepara dan Tembalang, kalau angkatan 21 itu enggak. Kenapa hal itu terjadi? Jadi dalam upaya mitigasi dalam hal
ini terjadi, semester 1 itu sebelum belajar, pada acara PKKMB kita udah coba make sure buat kita ini kuliah di mana,
di PKKMB udah coba nanya dan coba
memastikan, jawabannya pada saat itu kita dilebur sama mahasiswa Tembalang
(reguler), yang dijawab Pak Solechan selaku Wadek II, nah itu yang jadi dasar
historis kenapa kepentingan kita berbeda,” ujarnya.
Mengenai kelanjutan dari
pemindahan mahasiswa FH Kampus Jepara angkatan 2021 dari Tembalang, pihak yang
bersangkutan mengatakan bahwa ia berharap untuk dapat melakukan audiensi dengan
para pihak Dekanat beserta Senat Mahasiswa FH Undip dan BEM FH Undip, guna
menemukan titik terang dan solusi yang adil untuk permasalahan ini.
Reporter : Syifa Aninda Wahab, Vanya
Jasmine
Penulis : Syifa Aninda Wahab,
Agistya Dwinanda
Editor : Vanya Jasmine
Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi Narasumber