img-post

gemakeadilan.com- Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi permasalahan menahun yang tak kunjung usai. Pemerintah saat ini tengah menggodok revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang diproyeksikan rampung dalam waktu dekat. Aturan baru yang dimuat dalam Perpres tersebut menyebutkan bahwa penyaluran BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite akan dibatasi sehingga hanya kendaraan tertentu saja yang berhak membeli solar dan pertalite.

 

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Erika Retnowati menegaskan, masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah tidak akan menerima BBM bersubsidi. “Mobil mewah milik orang mampu pasti tidak layak mendapatkan subsidi,” ujarnya.  Selain merevisi aturan, BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran BBM subsidi dengan memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum. Kebijakan tersebut dikhawatirkan akan memicu masalah lain bertambah, salah satunya adalah proses pendistribusian BBM bersubsidi. Pendistribusian BBM bersubsidi memungkinkan terjadinya celah penyelewengan yang mana penyalahgunaan marak terjadi pada tingkat penyalur dan pengecer karena peralatan pengisian BBM yang digunakan saat ini tidak dapat mengendalikan pembatasan pembelian BBM oleh pelanggan.

 

Selain itu, Ngadiran sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengatakan bahwa apabila konsumsi pertalite dibatasi, dampaknya akan dirasakan tak hanya oleh pedagang, tapi juga masyarakat luas. Menurutnya, pembatasan konsumsi pertalite akan berdampak pada operasional pedagang pasar, yang kemudian berimplikasi pada kenaikan harga barang dan kebutuhan yang dijual ke masyarakat. “Kalau itu dibatasi, terus bagaimana nanti mereka? Katakanlah sehari mengangkutnya bisa dua kali bolak-balik. Apa kalau dibatasi terus hanya boleh ngangkut sekali? Itu kan akan berpengaruh kemana-mana,” ucapnya.

 

Bersamaan dengan pembatasan pertalite, muncul gagasan bahwa pembelian BBM bersubsidi nantinya akan menggunakan aplikasi buatan Pertamina yaitu MyPertamina. Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyebutkan, kebijakan kewajiban penggunaan aplikasi MyPertamina untuk membeli BBM subsidi baik pertalite dan solar tidak akan efektif. Hal ini dikarenakan masyarakat bawah yang menjadi sasaran BBM subsidi banyak yang tidak memiliki gawai dan tidak ada akses internet yang menjadi syarat utama bagi penerapan kebijakan aplikasi MyPertamina. Lebih lanjut, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira memandang terdapat celah penyimpangan pendataan atau penyaluran subsidi melalui MyPertamina yang berbasis kendaraan. Data kendaraan yang dimiliki masyarakat, misalnya mobil bekas dibeli cenderung tanpa balik nama sehingga muncul ketidak tepatan data. Menurutnya, penerapan penerima BBM subsidi berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) akan lebih memastikan bahwa BBM subsidi tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan.

 

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui komisi terkait harus memastikan bahwa penerapan kebijakan pembatasan BBM subsidi melalui aplikasi MyPertamina penyalurannya tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan. Hal yang juga penting adalah harus dipastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menjadi pendekatan sebaliknya terhadap perekonomian Indonesia yang hingga saat ini menunjukkan adanya pertumbuhan dan pemulihan. Namun, pemulihan dan pertumbuhan tersebut masih sangat rentan terhadap guncangan yang muncul dan mengganggu perekonomian. DPR RI harus memastikan bahwa penerapan kebijakan tersebut tidak menganggu agenda pemulihan ekonomi nasional.

 

Kemudian, terkait penerapan peraturan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan BBM bersubsidi, pemerintah seharusnya memastikan masyarakat kelas menengah ke bawah yang menjadi sasaran subsidi dapat beradaptasi dengan peraturan tersebut, baik dalam hal kepemilikan gawai ataupun dalam hal kemampuan mengoperasikan gawai. Jika melihat pada kenyataan saat ini, masih banyak masyarakat yang tidak mampu dan gagap teknologi bahkan tidak memiliki gawai sehingga sangat sulit untuk menyesuaikan dengan peraturan tersebut. Dikhawatirkan peraturan ini hanya akan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan BBM bersubsidi. Selain itu, juga merupakan tugas pemerintah adalah terus membangun infrastruktur telekomunikasi secara merata di seluruh wilayah Indonesia sehingga wacana penggunaan aplikasi tersebut bisa tepat sasaran oleh rakyat yang tidak mampu di seluruh wilayah Indonesia.

 


Penulis: Siti Ilya Musyarofah

Editor: Agistya Dwinanda dan Atmakeno Daniswara

Sumber gambar: mediaindonesia.com