gemakeadilan.com – Kekerasan seksual menjadi salah satu isu
yang berkembang di masyarakat yang
seakan-akan tidak pernah padam dan lenyap. Sepanjang tahun 2021, telah
terjadi berbagai kasus kekerasan seksual yang sempat menggemparkan masyarakat
Indonesia. Salah satu kasus
tersebut adalah perkosaan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap 3 anaknya
di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Kasus ini viral di media sosial setelah Projek
Multatuli mengeluarkan laporan mendalamnya yang bertajuk “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke
Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan” pada 6 Oktober 2021.
Terlebih
lagi kasus yang saat membuat masyarakat geram adalah kasus Herry Wirawan,
seorang guru di sebuah pondok pesantren di Bandung yang dijatuhi hukuman pidana
seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Bandung. Ia dinyatakan bersalah telah
memperkosa 13 santriwati hingga beberapa korban hamil dan melahirkan. Kasus ini
terungkap saat salah satu korban melapor pada pertengahan tahun 2021.
Definisi
Kekerasan Seksual
Dalam
hukum negatif/ius constituendum yaitu Rencana Undang-Undang tentang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjelaskan kekerasan seksual ialah: “Setiap
perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan/atau
fungsi alat reproduksi secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk
rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan
keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis,
seksual, dan kerugian secara ekonomis.”
Sedangkan
di dalam hukum positif, definisi kekerasan seksual salah satunya dijelaskan
melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi, yang menyebutkan bahwa:
“Kekerasan
Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau
menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan
relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan
psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang
dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.”
Data
Kekerasan Seksual di Indonesia
Sepanjang
tahun 2020, Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), melalui Sistem
Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), telah mencatat 20.501
kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Dari data tersebut, jenis
kekerasan yang paling banyak dialami korban adalah kekerasan seksual, dengan 8.216 kasus. Sementara itu, Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dalam “Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun
2020” yang dirilis 5 Maret 2021, mencatat telah terjadi 955 kasus
kekerasan seksual terhadap perempuan, baik diranah personal maupun
publik/komunitas sepanjang tahun 2020.
Lebih
jauh lagi, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam “Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016” menunjukkan
1 dari 3 perempuan usia 15–64
tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya, dan sekitar 1
dari 10 perempuan usia 15–64 tahun mengalaminya dalam 1 tahun terakhir.
Pengaturan
tentang Kekerasan Seksual di Indonesia
Kementrian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menetapkan Permendikbud
Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Lingkungan Perguruan Tinggi pada 31 Agustus 2021. Dalam rapat paripurna 18
Januari 2022, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai rancangan undang-undang inisiatif DPR RI.
Atas pengesahan itu, Komnas Perempuan mengapresiasi pimpinan DPR RI dan kerja
Panja RUU TPKS.
Penulis: Lery Panjaitan
Editor: Nilam Helga